dampak ujian nasional

Keterpaksaan para pelajar dalam mengikuti ujian nasional merupak suatu problematika yang harus di bicarakan oleh para penganbil kebjakan di Repubik ini.
Ujian nasional yang merupakan penentu bagi kesuksesan ini tidak singkron dengan waktu belajar yang di tempu oleh siswa selama 3 tahun. Dampaknya pelajar yang merupakn calon pembaharu di Republik ini kehilangan identitas mereka. Sehingga wajar aja kalu sering terjadi kasus kejahatan.

Yang lebih dikhawatirkan lagi Saat ini adalah ketepan pemerintah tentang standar kelulusan dengan nilai yang cukup tinggi dari Ujian Akhir Nasional / UAN baik di tingkat SD, SMP maupun SMA. Untuk dapat lulus setiap siswa diwajibkan untuk mendapatkan nilai 4,00 pada masing-masing mata pelajaran yang diujikan.

Pada tahun 2009, pemerintah menghabiskan 572 miliar rupiah (setengah triliun) untuk pelaksanaan ujian nasional. Namun sayangnya, anggaran negara yang besar yang dikeluarkan untuk pelaksanaan UN 2009 masih sarat dengan praktik ketidakjujuran.
Banyak sekolah yang sengaja melukukan pungutan liar tentang biaya ujian dengan dalil “..Anggaran itu digunakan untuk biaya konsumsi bagi pengawas pada saat ujian nasinal (UN) bejalan..”

Selain itu juga dampak negati dari pelaksaan ujian nasional yaitu ketidakseriusan oleh para guru untuk melakukan transformasi ilmu pengetahuan kepada para siswa. Kenapa..? karena Ilmu yang diberikan kepada siswa hanya berupa kisi-kisi (catatan) menjelang pelaksanaan Ujian Nasional.

Pada akhirnya Pendidikan yang bertujuan untuk mendidik para siswa sebagai kader bangsa yang berkualitas sesuai yang dicita-citakan oleh para pendiri Republik yang telah tercantum dalam UUD 1945 yaitu : ..mencerdaskan kehidupan bangsa..” tidak tercapai.

selanjutnya......

Memaknai Identitas Perjuangan

Dalam mengarungi hidup ini kita selalu diperhadapkan dengan berbagai macan prblematika hidup yang membuat kita lupa akan diri kita sendiri. Terkadang kita selalu berfikir untuk apa hidup ini kita jalani dengan susah payah,tapi yang kita dapatkan hanya sebuah kesengsaraan, penderitaan dan cobaan yang bertubi-tubi. Disaat kita dengan serius berfikir untuk menyelesaikan persoalan yang ada tiba-tiba muncul lagi persoalan yang baru yang membuat kita hampir putus asa. Persolan tersebut membuat kita lupa akan jati diri kita yang sesugguh-nya, bahwa kita sebelum hidup telah berjanji dihadapan Sang Khalik berupa statmen tentang kesanggupan kita untuk menerima segala macam tantangan yang akan kita hadapi.

Makna prolematika hidup ini telah digambarkan oleh para pendahulu kita, ketika kita kembali membuka galeri kehidupan para pencetus kemerdekaan ini ada beberapa catatan yang mereka tinggalkan seperti Tan Malaka salah seorang pejuang kemerdekaan yang mengahabiskan waktunya di pembuangan Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Ia berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa dengan cara membuka sekolah agar anak Indonesia kita terus di jajah. Selain Tan Malaka, Jenderal Sudirman yang merupakan salah seorang pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Memiliki kepribadian yang teguh pada prinsip dan keyakinannya sehingga selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini terlihat ketika Agresi Militer II Belanda. Beliau yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit tapi dengan semangat beliu tetap terjung kemedan peran dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Perkataan Jendral Sudirman : teruskanlah perjuanganmu…”. arti ucapan tersebut ketika dikaji dai pendekatan sosial maka kita artikan sebagai sebuah ucapan yang menegaskan kepada kita agar dalam menjalankan hidup ini jangan ada kata “STOP”. Sebab masih banyak yang harus kita kerjakan untuk pentingan orang lain.

Cara kita mendefinisikan identitas kita akan menentukan masa depan kita melalui cara kita berpikir dan cara kita bertindak. Definisi identitas diri mempengaruhi cara kita berpikir artinya ketika kita mengkultuskan diri kita sebagai aktifis maka pekerjaan-pekerjaan social,seperti pemperjuankan kepentingan (Hak) rakyat miskin selalu mejadi prioritas kita.

Ketika kita berhenti atau acuh dalam melaksanakan sebuah pekerjaan social maka tanpa sadar kita telah memunafikan apa yang menjadi tanggung jawab kita. Oleh karena itu makna identitas diri harus kita tanamkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujutkan sebuah perubahan besar seperti yang telah kita impikan oleh para pendiri Republik ini.

Presiden Soeharto dalam sambutannya pada peringatan Isra’ Mi’raj yang diselenggarakan PB PII di Jakarta tanggal 13 September 1966:
“Saya mengenal PII sebagai satu organisasi pemuda pelajar yang saat-saat tenaganya dibutuhkan oleh bangsa dan revolusi, selalu tergolong yang pertama-tama tampil ke depan dengan semangat juang dan berkorban yang tinggi disertai rasa tanggungjawab yang besar. Indonesia pada waktu sekarang tidaklah hanya membutuhkan warga negara yang cerdas otaknya dan kuat badannya tetapi yang lebih penting daripada itu ialah kita membutuhkan warga negara yang mempunyai i’tikad baik, mau bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan tinggi mentalnya. Kami yakin, dengan agama Islam sebagai dasar dan titik tolak pemikiran, maka PII tentu akan merupakan potensi yang ampuh dalam mengamankan Pancasila dalam usahanya menyelamatkan revolusi dan menegakkan keadilan dan kebenaran”.

selanjutnya......